Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menerapkan
perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah atau yang biasa disebut
sebagai full day school menuai banyak respon dari publik. Kritik pun
mengalir deras dari berbagai kalangan, termasuk di dunia maya, meski
akhirnya Muhadjir membuka kemungkinan akan menarik gagasan tersebut
karena pihak banyak yang keberatan.Dari wacana yang beredar, full
day school akan diterapkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
tak terkecuali ribuan sekolah atau madrasah yang berada di bawah naungan
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. Berikut adalah surat
pernyataan sikap bernomor 154/SU/PP/LPM-NU/VIII/2016 lembaga NU yang
membidangi pendidikan formal tersebut:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) sebagai
departementasi bidang pendidikan di Nahdlatul Ulama memiliki 12.780 (dua
belas ribu tujuh ratus delapan puluh) sekolah dan madrasah di seluruh
Indonesia. Berkenaan dengan gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.Ap yang akan memberlakukan Full Day
School (sekolah sehari penuh), setelah memperhatikan aspirasi warga
Nahdlatul Ulama mulaitingkat Wilayah, Cabang, Majelis Wakil Cabang, dan
satuan pendidikan, baik secara tertulis maupun lisan, Pengurus LP
Ma’arif NU Pusat menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Gagasan sekolah sehari penuh atau full day school (FDS) harus didahului
dengan kajian yang matang dan utuh. Dalam kondisi satuan pendidikan yang
masih di bawah standar dan sekolah ramah anak belum berjalan dengan
baik, maka gagasan FDS tidak akan berjalan efektif. Selain itu,
keragaman kondisi peserta didik, orang tua, dan masyarakat sudah
terfasilitasi dengan model pembelajaran yang beragam, ada yang
reguler/normal dan ada yang sehari penuh sehingga orang tua diberikan
keleluasaan untuk memilih. Bahkan dalam kondisi tertentu anak tidakperlu
berlama-lama di sekolah, agar cepat berinteraksi dengan orang tua dan
lingkungan sekitar, apalagi yang masih di tingkat dasar.
2.
Kurikulum 2013 telah mengedepankan nilai-nilai pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Mestinya kurikulum 2013 ini
yang dikembangkan dalam penguatan karakter peserta didik, bukan
penambahan jam belajar. Selain itu, kurikulum 2013 tidak menganut
dikotomi antara ilmu dan akhlak.Semua bidang ilmu yang diajarkan dari
pagi hingga jam pulang sekolah dengan bobot nilai agama yang
dikedepankan terlebih dahulu. Kalau ini didukung dan dimaksimalkan jauh
lebih memberi nilai positif ketimbang FDSyang digagas oleh Mendikbud.
3.
Alasan FDS karena anak-anak kota sehari penuh ditinggalkan oleh orang
tuanya sehingga khawatir dengan pergaulan bebas yang bisa menjerumuskan
peserta didik ke hal-hal negatif juga tidak sepenuhnya benar, karena
kota-kota besar di Indonesia tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi,
nilai-nilai, dan pendidikan agama yang sudah berlangsung selama ini.
4.
Tidak semua orang tua peserta didik bekerja sehari penuh, utamanya
mereka yang dipelosok bekerja sebagai petani dan nelayan yang separuh
waktu dalam sehari tetap bersama dengan putera-puteri mereka. Belajar
tidak selalu identik dengan sekolah. Interaksi sosial peserta didik
dengan lingkungan tempat tinggalnya juga bagian dari proses pendidikan
karakter sehingga mereka tidak tercerabut dari nilai-nilai adat,
tradisi, dan kebiasaan yang sudah berkembang selama ini.
Berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan di atas maka LP Ma’arif NU menyatakan menolak penerapan FDS.
Semoga Allah SWT meridhai usaha mulia kita dalam membangun dan mencerdaskan bangsa. Kepada Allah kita berserah diri. Amin.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 09 Agustus 2016/06 Dzulqa’dah 1437 H
Z. Arifin Junaidi (Ketua PP LP Ma’arif NU)
Muchsin Ibnu Djuhan (Sekretaris PP LP Ma’arif NU)
Tembusan yth:
1. PBNU di Jakarta
2. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
0 Komentar
Terima kasih atas saran dan komentar anda