Sejarah MTs Ma'arif NU 1 Jatilawang


Sejarah MTs Ma’arif NU 1 Jatilawang: Jejak Perjuangan Para Perintis

Di sebuah sudut desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, berdiri sebuah lembaga pendidikan yang hari ini dikenal sebagai MTs Ma’arif NU 1 Jatilawang. Keberadaannya bukanlah hasil dari proses yang instan, melainkan buah dari perjalanan panjang, situasi politik bangsa, dan terutama jerih payah para tokoh Nahdlatul Ulama yang bercita-cita membangkitkan pendidikan Islam di tengah keterbatasan.

Awal Kebangkitan: Lahir dari Situasi Bangsa

Setelah peristiwa G30S/PKI tahun 1965, suasana politik Indonesia berubah drastis. Orde Lama tumbang, Orde Baru naik dengan meneguhkan kembali Pancasila dan UUD 1945. Pada masa inilah kehidupan beragama, khususnya Islam, mulai bangkit setelah sebelumnya mengalami banyak hambatan.

Jamiyah NU sebagai organisasi keagamaan yang kuat pengakarannya di Banyumas melihat peluang besar untuk menghidupkan kembali pendidikan Islam. Di banyak kecamatan, warga NU mulai mendirikan madrasah—mulai dari Mualimin, SMP, PGA, dan berbagai lembaga pendidikan lainnya.

Dalam arus kebangkitan itu, Jatilawang tidak tinggal diam.


Lahirnya Madrasah: Kerja Kolektif Warga NU

Madrasah yang kini dikenal sebagai MTs Ma’arif NU 1 Jatilawang, pada mulanya bernama Madrasah Mualimin Al-Hidayah, mengikuti model madrasah yang telah berdiri sejak 1957 di bawah NU Cabang Purwokerto.

Tanggal 1 Maret 1967, madrasah ini resmi didirikan di atas tanah 1.400 m² di desa Tinggarjaya. Tanah tersebut bukan hibah pemerintah, melainkan hasil perjuangan gotong royong warga NU, sebuah cermin kuatnya rasa memiliki masyarakat terhadap pendidikan.

Para Pelopor: Pejuang Tanpa Pamrih

Pendirian madrasah ini tidak mungkin tercapai tanpa kontribusi para tokoh NU yang mencurahkan tenaga, pikiran, bahkan harta. Mereka adalah:

  • K. Abu Wardi
  • Muhammad Diryat
  • Syuhud Abdullah
  • H. Ahmad Ma’sum, B.A.
  • K. A. Masduki
  • K. Abdul Rosyid
  • Kartim Ahmad Sukarto
  • Ahmad Masyruchi
  • Drs. Sudir Waluyo

Mereka bukan hanya pendiri, tetapi juga penggerak spiritual, organisatoris, dan pendidik bagi masyarakat Jatilawang.


Masa Awal: Serba Terbatas, Semangat Tanpa Batas

Ketika dibuka, madrasah hanya memiliki 57 murid dan 9 guru, dengan proses belajar yang sangat sederhana. Karena belum ada gedung, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di rumah Bapak Abu Khoeri, salah satu pengurus madrasah.

Kurikulum saat itu menitikberatkan pendidikan agama—sekitar 70% mata pelajaran agama, sisanya pelajaran umum. Meski sederhana, madrasah menjadi harapan baru bagi warga NU Jatilawang.

Agar lembaga berjalan baik, NU MWC Jatilawang membentuk dua dewan:

  1. Dewan Pengurus – bertugas dalam pembangunan fisik dan sarana prasarana.
  2. Dewan Guru – dipimpin oleh H. Ahmad Ma’sum B.A. sebagai kepala madrasah pertama dengan K. Abu Wardi sebagai wakilnya.

Kesederhanaan fasilitas tidak membuat perjuangan para pendiri surut. Justru dari keterbatasan itu tumbuh spirit kemandirian yang khas Nahdliyin.


Perkembangan dan Perubahan Status

Madrasah berkembang pesat. Tahun 1972, siswa kelas IV sudah dapat mengikuti ujian ke Purwokerto. Meskipun baru pertama kali mengirim peserta, 40% siswa berhasil lulus, sebuah prestasi membanggakan saat itu.

Madrasah kemudian mendapatkan berbagai pengakuan formal, antara lain:

  • 1975 – Pengesahan sebagai PGA Swasta oleh Kanwil Depag Jateng.
  • 1978 – Setelah SKB Tiga Menteri diterbitkan, nama Madrasah Mualimin Al-Hidayah resmi berubah menjadi MTs Al-Hidayah.
  • 1988 – Menggunakan nama resmi MTs Ma’arif sesuai kebijakan LP Ma’arif Jateng.
  • 1992 – Mendapat Piagam Pengakuan LP Ma’arif Jawa Tengah.
  • 19951996 – Akreditasi “Terdaftar”, kemudian meningkat menjadi status “Diakui”.
  • Kini – Berstatus Akreditasi A.

Perubahan-perubahan ini menandai perjalanan panjang legalitas dan peningkatan mutu pendidikan madrasah.


Perjuangan Membangun Gedung: Dari Rumah Warga hingga Kompleks Pendidikan

Perjalanan infrastruktur madrasah tidak kalah menariknya. Dimulai dari belajar di rumah warga, perlahan-lahan madrasah mulai memiliki bangunan sendiri:

  • 1969 – Dibangun dua ruang kelas pertama di atas tanah wakaf.
  • 1971 – Penambahan dua ruang kelas lagi.
  • 1985 – Dibangun ruang guru, ruang kepala, dan satu ruang kelas di atas tanah 280 m² yang dibeli pengurus.
  • 1989 – Pembelian tanah baru 700 m² di sebelah barat.
  • 1993 – Dibangun lagi dua ruang kelas, ruang guru, dan ruang kepala.
  • 20012002 – Pembangunan mushola dan beberapa ruang kelas tambahan.

Hingga saat ini, MTs Ma’arif NU 1 Jatilawang terus berkembang menjadi madrasah yang megah, luas, dan lebih representatif dibanding masa-masa awalnya.


Penutup: Warisan Perjuangan untuk Generasi Hari Ini

Sejarah MTs Ma’arif NU 1 Jatilawang adalah kisah tentang cinta para pendirinya pada agama dan pendidikan, tentang warga NU yang bergotong royong demi masa depan anak-anaknya, serta tentang perjalanan panjang sebuah lembaga yang lahir dari keikhlasan.

Di balik gedung-gedung yang kini berdiri, ada keringat para pendiri.
Di balik akreditasi dan prestasi hari ini, ada doa dan perjuangan para ulama tokoh terdahulu.

Madrasah ini bukan sekadar tempat belajar, tetapi warisan perjuangan yang harus dijaga oleh generasi penerus.

Posting Komentar

0 Komentar