Ketua MUI dan Pakar Hukum di Banyumas Tolak Gerakan People Power


PURWOKERTO - Tokoh dan akademisi di Banyumas menolak gerakan people power.

Satu di antaranya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyumas, KH Chariri Shofa.

Menurutnya, people power kontraproduktif dengan Islam.

Pernyataan itu tak lepas dari beredarnya isu people power terkait penolakan hasil pemilu.

"People power tampaknya diarahkan untuk menuntut sesuatu. Jika tidak terkendali maka bisa menjadi kontra produktif," ungkapnya, Selasa (14/5/2019).

Massa yang tidak terkendali dapat melakukan sesuatu yang justru dapat merugikan diri sendiri, masyarakat umum dan orang banyak.

Mengenai people powe, lanjut dia, perlu diamati lebih jauh terkait siapa, bagaimana, caranya bagaimana dan tujuannya apa.

Selain itu, yang paling penting pengerahan massa tersebut konteksnya untuk apa.

"Jika dikatakan ingin protes sudah dijamin undang-undang."

"Jika ingin menyampaikan aspirasi atau mengemukakan pendapat saya kira sah-sah saja. "
"Tetapi tetap prosedural artinya jangan merusak dan sebagainya," tambahnya.

Di sisi lain, ia menambahkan kondisi masyarakat muslim di Banyumas sejauh ini dalam keadaan aman-aman saja.

Hal senada juga dikatakan pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho.

Menurutnya, people power tidak perlu dan tidak usah dilaksanakan.

Bahkan, kata dia, jika aksi itu bertujuan mengganti kekuasaan negara dan pemerintahan yang sah, maka berpotensi ke arah makar.

Dijelaskan, kosep makar secara umum adalah menghasut, menipu, dan menggerakkan orang supaya menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pasal makar diatur dalam pasal 104, 106, dan 107 KUHP.

"Jika tidak terima atas putusan hasil pemilu, sudah ada wadah hukumnya."

"Jika tidak terima bisa laporkan saja ke MK, kenapa harus rame-rame," ujar dia.

Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengatur secara jelas jika makar menjadi salah satu tindak pidana.

"Saran saya, people power sebaiknya ini tidak usah dilaksanakan."

"Gunakanlah saluran hukum yang ada, masyarakat tidak usah ikut-ikutan."

"Gunakan jalur hukum melalui MK atau Bawaslu," jelas dia. (Permata Putra Sejati)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com

Posting Komentar

0 Komentar