;
Gus Mus menerangkan, pengertian ulama bisa diartikan dari bahasa Arab dan Indonesia. Kedua hal ini berbeda secara makna. Konteks yang melatarbelakangi kata ini pun akan lain. Kata ulama tak bisa diartikan secara langsung dengan kata kiai. Ulama itu bukan terjemahan dari kiai.
"Ulama adalah produk masyarakat, mengenali masyarakat dan masyarakat tahu persis track record ulama tersebut," papar Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang ini.
Menurutnya, banyak yang mengaku ulama, akan tetapi tak pantas menyandangnya karena keilmuan dan perilakunya tidak tepat dengan peran dan tugasnya sebagai ulama.
Secara sanad keilmuan, tak jelas menganut kepada siapa. Keilmuan tak
dapat secara instan. Kadang mereka hadir tanpa diketahui masyarakat
rekam jejaknya seperti apa.
"Kiai memiliki pandangan yandzhuruna ilal ummah bi ainir rahmah (melihat umat dengan pandangan kasih sayang)," tambah alumni pesantren Krapyak, Yogyakarta.
Inilah yang membedakan antara kiai dan ulama
pada masa sekarang. Kiai merupakan ciri khas (istilah) bagi masyarakat
Jawa. Benda-benda yang dihormati dinamakan dengan kiai. Secara tak
langsung kiai adalah orang yang dihormati.
Selain itu, harapan besar Gus Mus bagi mutakharrijin (alumni)
yang telah diwisuda ini menjadi ahli Qur'an. Setelah hafal kemudian
masuk dalam tingkatan memahami dan mengerjakan apa yang termaktub di
dalamnya. “Hafal merupakan fase awal,” tegasnya.
0 Komentar
Terima kasih atas saran dan komentar anda